Rianto pertama kali ikut retret meditasi vipassanā di Malang pada tahun 2002. Di hari kedua ia merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya, seperti seorang wanita yang rambutnya diikat dan digantung. Saat itu ia hanya diarahkan oleh guru pembimbing untuk mencatat rasa sakit yang muncul dengan satu kata pencatatan "sakit". Ia sempat menyerah, namun tumbuh semangat untuk menghilangkan rasa sakit tersebut, sehingga di akhirnya ia dapat merasakan lenyapnya rasa sakit di kepalanya.
Setelah beberapa tahun, ia merenung mengapa dulu kepalanya bisa sakit sekali ketika bermeditasi. Ternyata sejak kecil ia sering sekali mengalami kecelakaan yang pasti berhubungan dengan kepalanya. Waktu TK besar ia ditabrak mobil dan mengalami gegar otak ringan. SMP dan SMA jatuh dari motor hingga opname. Kemudian ditonjok preman dan tentara. Ia baru sadar bahwa jika ia tidak melakukan meditasi vipassanā, maka kemungkinan besar dengan terjadinya berbagai kejadian tragis tersebut, di kemudian hari ia bisa terkena stroke atau bahkan menjadi gila.
Sempat kapok bermeditasi, namun karena selalu disarankan oleh banyak orang untuk meditasi vipassanā, akhirnya ia mulai aktif bermeditasi lagi di tahun 2004. Di saat itu ia mengalami sakit di titik pantatnya yang rasanya kemungkinan besar lebih sakit daripada orang yang melahirkan. Namun sakit itupun dapat ia rasakan hingga lenyap dengan cara yang sama yaitu menggunakan satu kata pencatatan "sakit".
Di tahun 2009 akhirnya ia bertemu dengan Y.M. Bhikkhu Gunasiri dan mencoba bermeditasi sesuai arahannya. Beliau memberikan cara untuk merasakan rasa sakit yang berbeda dengan apa yang ia gunakan sebelumnya. Ia mengaku bahwa cara tersebut ternyata jauh lebih ampuh ketika digunakan untuk pengamatan rasa sakit. Cara tersebut bukan hanya dengan satu kata pencatatan "sakit", tetapi dengan mencatat irama perubahan dari rasa sakit tersebut. Ketika hanya mencatat sakit, maka ia harus merasakan rasa sakit tersebut 100%. Namun ketika mencatat irama perubahannya, rasa sakit yang harus dirasakan berkurang menjadi hanya 30%. Hal tersebut membuat dirinya lebih mudah merasakan rasa sakit yang muncul dan bertahan lebih lama.
Pada retret kali ini di Sukhesikarama Mindfulness Forest - Bakom, ia menghadapi banyak pikiran (lobha) yang bermunculan. Ia menggunakan cara-cara yang diajarkan oleh Y.M. Bhikkhu Gunasiri sehingga serangan pikiran tersebut dapat lenyap dan timbul kebahagiaan, ketenangan yang disertai cahaya. Setelah itu ketika meditasi jalan, badannya pun menjadi sangat tegak.
Lihat video ini sekarang:
Tekan di sini untuk melihat sharing pengalaman meditasi lainnya.
Comments